Sistem Komunikasi Satelit

Sunday, March 17, 2013


Prinsip Sistem Komunikasi Satelit
Prinsip dasar komunikasi satelit adalah sistem komunikasi radio dengan satelit sabagai stasiun pengulang. Konfigurasi suatu sistem komunikasi satelit terbagi atas dua bagian, yaitu: ruas bumi (ground segment) dan ruas angkasa (space segment). Ruas bumi terdiri dari beberapa stasiun bumi yang berfungsi sebagai stasiun bumi pengirim dan stasiun bumi penerima, sedangkan ruas angkasa berupa satelit yang menerima sinyal yang dipancarkan dari stasiun bumi pengirim, kemudian memperkuatnya dan mengirimkan sinyal tersebut ke stasiun bumi penerima.
Sistem Komunikasi Satelit.JPG
Pada sistem komunikasi satelit yang menggunakan orbit geosinkron, jarak yang harus ditempuh sangat jauh, yaitu sekitar 36.000 km. Hal ini menyebabkan redaman lintasan menjadi sangat besar, sehingga level daya terima sangat lemah. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan peralatan yang mempunyai kehandalan tinggi, baik dari segmen angkasa maupun segmen bumi. Sesuai dengan ketinggian orbitnya, sistem komunikasi satelit bergerak terdiri dari tiga jenis orbit, yaitu:
a. LEO (Low Earth Orbit) pada ketinggian 500 km sampai dengan 2.000 km.
b. MEO (Medium Earth Orbit) pada ketinggian 5.000 km sampai dengan 20.000 km.
c. GEO (Geosynchronous Earth Orbit) pada ketinggian 35.786 km.
Link Komunikasi Satelit
Dalam link komunikasi satelit terdapat dua lintasan utama, yaitu uplink dan downlink. Uplink merupakan lintasan dari stasiun bumi ke satelit, sedangkan downlink merupakan lintasan dari satelit ke stasiun bumi. Untuk hubungan link komunikasi dapat dilakukan melalui beberapa konfigurasi, yaitu: hubungan point-to-point, point-to-multipoint, multipoint-to-poit, dan multipoint-to-multipoint. Dalam sistem komunikasi satelit, untuk uplink biasa digunakan konfigurasi multipoint-to-point, sedangkan untuk downlink biasanya menggunakan konfigurasi point-to-multipoint (broadcast). Hubungan dalam komunikasi satelit dapat dikelompokkan dalam tiga bagian
yaitu:
a. Uplink, yaitu hubungan dari stasiun bumi ke satelit.
b. Downlink, yaitu hubungan dari satelit ke stasiun bumi.
c. Inter Satellite Link (ISL), yaitu lintasan full duplex antara dua satelit.

Parameter Link Sistem Komunikasi Satelit
Parameter link sistem komunikasi satelit terdiri dari penguatan antena, EIRP, redaman ruang bebas, kerapatan fluks daya, daya sinyal pembawa dan derau. Dengan parameter ini, persyaratan teknik yang harus dipenuhi oleh sistem dapat ditentukan, yang pada akhirnya dapat diperoleh rancangan sistem dengan kualitas sinyal sesuai dengan yang diharapkan. Parameter-parameter yang diperlukan dalam perhitungan link dapat dilihat dari gambar dibawah ini :
Parameter Perhitungan Link.JPG
a) Penguatan Antena
Penguatan antenna adalah perbandingan daya yang dipancarkan (diterima) dalam tiap satuan luas pada arah tertentu oleh suatu antena dengan daya yang dipancarkan (diterima) dalam luas yang sama dengan menggunakan antena isotropic jika keduanya diberi daya yang sama. Dalam komunikasi satelit, jenis antena yang biasa digunakan untuk satelit adalah antena parabola, dimana nilai penguatannya dapat dihitung dengan rumus:
nilai penguatan antena.JPG
Jika penampangnya berupa lingkaran, maka
A efektif.JPG

4.JPG

nilai penguatan antena 2.JPG








b) Daya Pancar Isotropis Efektif (EIRP)
EIRP (Equivalent Isotropic Radiated Power) merupakan parameter yang menunjukkan nilai efektif daya yang dipancarkan dari antena yang memiliki penguatan sendiri. Bila terdapat rugi-rugi feeder, maka akan mengurangi nilai dari EIRP:
EIRP.JPG
Dimana:
TX P = daya pancar sinyal pembawa (dBm)
TX G = penguatan antena pengirim (dB)
ft L = redaman saluran transmisi (dB)

c) Redaman Ruang Bebas fs L (FSL)
Redaman ruang bebas atau FSL (Free Space Loss) dipengaruhi oleh jarak stasiun bumi ke satelit dan besarnya frekuensi karier yang digunakan dalam transmisi radio. Besarnya redaman ruang bebas dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
Rumus ruang bebas.JPG
Dimana:
TR d = jarak transmisi dari stasiun bumi ke satelit dalam satuan meter (m).
λ = panjang gelombang dalam satuan meter (m).
Jika dinyatakan dalam bentuk logaritmis diperoleh persamaan:
LFS.JPG

d) Kerapatan Fluks Daya
Pada arah pancar juga dikenal kerapatan fluks daya (power flux density) dalam satuan 2 watt/m , yang dinyatakan dengan:
kerapatan fluks.JPG
Dimana:
EIRP = effective isotropic radiated power dalam satuan watt.
d = jarak antara stasiun bumi dengan satelit dalam satuan meter (m).
L = rugi propaga

e) Daya Sinyal Pembawa
Daya sinyal pembawa (carrier) sering juga disebut sebagai Receive Signal Level atau RSL. Daya sinyal pembawa ada dua macam, yaitu daya sinyal pembawa arah uplink dan daya sinyal pembawa arah downlink. Daya sinyal pembawa arah uplink adalah daya yang diterimma satelit dari stasiun bumi pemancar setelah mengalami redaman ruang bebas arah uplink, rugi-rugi tambahan dan penguatan di satelit. Sedangkan daya sinyal pembawa arah downlink adalah daya yang diterima stasiun bumi penerima yang berasal dari daya pancar satelit setelah mengalami redaman ruang bebas arah downlink, rugi-rugi tambahan dan penguatan antenna stasiun bumi penerima. Secara umum persamaan matematisnya dapat dituliskan sebagai berikut:
daya sinyal pembawa.JPG
keteranagn 2.JPG














f) Daya Derau
Derau merupakan sinyal pengganggu yang bercampur dengan sinyal informasi sehingga menyulitkan penerima untuk mendapatkan informasi asli yang dikirimkan. Derau ini akan sangat merugikan jika spektrumnya berada dalam cakupan spectrum sinyal berguna (spektrum sinyal yang digunakan). Model derau yang paling banyak digunakan adalah derau putih (white noise) yaitu derau yang spektrumnya selebar spektrum sinyal berinformasi B dengan kepadatan daya spektral No yang konstan. Temperatur derau antena tergantung dari beberapa aspek, seperti: pola penguatan antena, temperatur langit (ruang bebas), ekivalen temperatur derau atmosfir, serta temperatur derau dari matahari. Besarnya daya derau dapat dihitung menggunakan persamaan:
daya derau.JPG
keternagn 3.JPG







Pada komunikasi satelit, karena jarak yang sangat jauh, maka sinyal yang diterima pada user maupun di satelit akan melemah. Sehingga untuk memenuhi persyaratan C/N yang ditentukan, maka dibutuhkan receiver dengan noise thermal sekecil mungkin. Umumnya noise thermal untuk satelit adalah sekitar 450 – 600 K. Besarnya nilai temperatur (T) untuk suatu sistem penerima dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
TEmpratur.JPG
keterngan 4.JPG







g) Kualitas Sinyal Total
Kualitas sinyal total diperoleh dari perhitungan link budget arah uplink dan linkbudget arah downlink, sehingga kualitas sinyal total dari sistem komunikasi satelit adalah:
kualiats sinyal total.JPG

h) Bit Error Rate (BER)
Besarnya BER tergantung pada besarnya Eb/No sistem, dimana Eb/Nomerupakan perbandingan antara energi bit dengan rapat daya derau pada keluaran demodulator. Energi bit tiap informasi didefinisikan sebagai energi yang terakumulasi pada penerima dari penerimaan power carrier (C) selama interval waktu yang setara dengan waktu yang diperlukan untuk menerima bit informasi adalah
TB.JPG

Hubungan antara Eb/No dan BER tergantung pada tipe modulasi dan Forward Error Correction (FEC) yang digunakan pada sistem.
Waktu Tunda
Waktu tunda adalah selisih antara waktu sinyal tiba di penerima dengan waktu saat sinyal dikirim. Waktu tunda pada komunikasi satelit adalah:
waKTU tunda.JPG



keternagan 5.JPG





Jarak antar user dengan satelit d adalah:
jarak user.JPG
l = lintang dari user
L = selisih bujur dari user dan satelit
keteranagn 6.JPG






referensi : http://digilib.ittelkom.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=296:sistem-komunikasi-satelit&catid=11:sistem-komunikasi&Itemid=14

Nama : JEFFRY PERDANA PUTRA
NIM  : 115514245
KElas : ELKOM 1 2011

0 comments:

Post a Comment